Harian foormusique.biz

foormusique.biz: Budiman Sudjatmiko bertemu Prabowo Subianto Tanda perpecahan di tubuh PDI Perjuangan hingga kecaman pengkhianat dari eks aktivi


Untung99 menawarkan beragam permainan yang menarik, termasuk slot online, poker, roulette, blackjack, dan taruhan olahraga langsung. Dengan koleksi permainan yang lengkap dan terus diperbarui, pemain memiliki banyak pilihan untuk menjaga kegembiraan mereka. Selain itu, Untung99 juga menyediakan bonus dan promosi menarik yang meningkatkan peluang kemenangan dan memberikan nilai tambah kepada pemain.

Berikut adalah artikel atau berita tentang Harian foormusique.biz dengan judul foormusique.biz: Budiman Sudjatmiko bertemu Prabowo Subianto Tanda perpecahan di tubuh PDI Perjuangan hingga kecaman pengkhianat dari eks aktivi yang telah tayang di foormusique.biz terimakasih telah menyimak. Bila ada masukan atau komplain mengenai artikel berikut silahkan hubungi email kami di [email protected], Terimakasih.

Sumber gambar, ANTARA FOTO/Galih Pradipta

Keterangan gambar,

Ketua Umum Partai Gerindra Prabowo Subianto (kiri) bersama Politikus PDIP Budiman Sudjatmiko (kanan) memberikan keterangan pers usai menggelar pertemuan di Kertanegara, Jakarta Selatan, Selasa (18/07).

Pertemuan politisi PDI Perjuangan Budiman Sudjatmiko dengan bakal calon presiden (capres) dari Partai Gerindra, Prabowo Subianto disebut menunjukkan adanya friksi atau perpecahan di partai yang dipimpin oleh Megawati Soekarnoputri itu.

Padahal, pengamat politik dari Universitas Indonesia Cecep Hidayat menambahkan, PDI Perjuangan telah secara resmi mengusung kadernya yang kini menjabat sebagai Gubernur Jawa Tengah Ganjar Pranowo sebagai capres.

Selain itu, Cecep mengatakan, pertemuan itu juga merupakan bentuk dari strategi politik untuk meredam isu pelanggaran hak asasi manusia (HAM) berat masa lalu di tahun 1998 yang selalu dijadikan alat untuk menjatuhkan Prabowo di setiap kontestasi pemilu.

Tetapi, politisi PDI Perjuangan Andreas Hugo Pereira membantah terjadinya perpecahan di partainya.

Di sisi lain, beberapa mantan aktivis Partai Rakyat Demokratik (PRD) menyatakan kekecewaan mereka terhadap sikap Budiman yang mendukung Prabowo.

Mereka menyebut Budiman telah mengkhianati perjuangan PRD dan para aktivis reformis lain dalam mencari keadilan terhadap para korban yang hilang menjelang 1998, di mana Prabowo dituding sebagai aktor di balik penculikan itu.

Sebelumnya, Budiman mengunjungi Prabowo di kediamannya di Jakarta, Selasa (18/07). Usai pertemuan, mantan pendiri PRD itu melemparkan beragam pujian dan mendukung Prabowo agar tidak terus dibebani oleh permasalahan pelanggaran HAM di masa lalu.

Buntut dari pertemuan itu, DPP DPI Perjuangan memutuskan akan memanggil Budiman untuk dimintai keterangan.

Selain Budiman, dukungan kepada Prabowo juga pernah ditunjukkan oleh kader PDI Perjuangan lain seperti Effendi Simbolon dan juga Gibran Rakabuming.

Sumber gambar, Petrus Hariyanto/Facebook

Keterangan gambar,

Petrus Hariyanto (eks Sekjen PRD, duduk di tengah) dan rekan-rekannya usai menggelar jumpa pers, Kamis (27/07), menanggapi pertemuan Budiman Sudjatmiko dan Prabowo Subianto.

Eks aktivis PRD: ‘Pengkhianatan Budiman Sudjatmiko’

“Sekitar 27 tahun yang lalu, di ruang ini, Budiman sebagai Ketum dan saya Sekjen mendeklarasikan PRD saat kekuasaan Soeharto berdiri kokoh… Budiman adalah simbol dari aktivis perlawanan Orde Baru yang menjatuhkan kediktatoran Soeharto.”

“Tepat hari ini juga sebuah parpol bernama PDI mengalami peristiwa memilukan [penyerangan Kantor PDI pimpinan Megawati pada 27 Juli 1996 – dikenal ‘Peristiwa Kudatuli’]. Lalu kami dijadikan kambing hitam, PRD dilarang, Kami ditangkap dan didakwa UU Subersif.”

Pernyataan itu diungkapkan oleh Petrus Hariyanto, mantan Sekjen PRD, di Kantor YLBHI, Kamis (27/07), sebagai respon kekecewaannya atas pertemuan Budiman Sudjatmiko dengan Prabowo Subianto.

“Saat kami dipenjara, organisasi [PRD] tetap melawan, dan satu per satu teman-teman kami diculik. Saya dan Budiman sedih, geram di dalam penjara,” kenang Petrus.

Peristiwa Kudatuli menyebabkan Budiman dan Petrus divonis 13 tahun penjara. Sekitar 3,5 tahun kemudian, setelah Reformasi 1998, Presiden Abdurrahman Wahid memberikannya amnesti pada Desember 1999.

Menurut Ikatan Keluarga Orang Hilang Indonesia (IKOHI) terdapat 13 aktivis yang hilang hingga sekarang, empat di antaranya dari PRD yaitu Herman Hendrawan, Suyat, Petrus Bima Anugerah dan Widji Tukul.

Keterangan gambar,

Para aktivis korban penculikan di tahun 1997-1998 yang belum kembali.

Petrus menambahkan, namun perjuangan dirinya dan teman-teman aktivis lain, disebutnya “dikhianati” oleh Budiman yang memutuskan bertemu dan bahkan dianggapnya “memberikan pujian” pada Prabowo.

Padahal, ujarnya, Prabowo yang saat itu menjabat sebagai Komandan Jenderal Kopassus dituding sebagai aktor di balik hilangnya para aktivis politik dan telah dinyatakan bersalah oleh TNI karena melakukan penculikan 1998.

“Budiman mengatakan tidak perlu lagi mengganduli Prabowo, masa lalu adalah masa lalu, kita berhutang pada masa depan. Dari pernyataan itu, bukan hanya kami yang menolak dan kecewa, seluruh korban pelanggaran HAM menangis kenapa Budiman menyatakan itu… Pengkhianatan Budiman kepada kami dan juga korban kejahatan HAM lainnya,” kata Petrus.

Petrus mencurigai pertemuan itu merupakan upaya Budiman untuk dapat satu barisan dengan Prabowo dalam pemilu presiden (pilpres) 2024 mendatang.

“Dia [Budiman] mengajak lupakan masa lalu. Dia takabur karena di depan matanya Prabowo adalah salah satu calon yang bisa menang pilpres,” kata Petrus.

Sumber gambar, Forum Rakyat Demokratik (FRD)

Keterangan gambar,

Budiman Sudjatmiko, saat deklarasi PRD di kantor YLBHI, Jakarta, 22 Juli 1996, bersama sastrawan dan eks Tapol 1965, Pramoedya Ananta Toer. Tampak di belakang (kanan), Petrus Hariyanto.

Keterangan gambar,

Budiman Sudjatmiko (kiri) dan Menteri Kehakiman dan Hak Asasi Manusia, Yusril Ihza Mahendra di penjara Cipinang, Jakarta, 10 Desember 1999.

Senada mantan aktivis PRD lain, Wilson melihat pertemuan dan ucapan Budiman adalah ‘lipstik politik’.

“Mendukung para penjahat HAM dalam politik electoral sama saja mengakselerasi regresi demokrasi,” ujar Wilson.

Kemudian, mantan aktivis Solidaritas Mahasiswa Indonesia untuk Demokrasi (SMID) dan pengurus PRD, Lilik Hastuti juga mengatakan, Budiman telah mengkhianati perjuangan para aktivis reformis kemanusiaan dan HAM.

“Budiman itu simbol dari gerakan demokrasi. Milenial sangat menyanjungnya, dan sekarang dia bersedia membungkukkan badan menjadi pembasuh dosa-dosa orang yang menculik kawan-kawan kami sendiri. Itu sesuatu yang tidak hanya menyakitkan, saya tidak tahu apa kata yang lebih dari itu,” ujar Lilik.

“Seandainya persoalan HAM tidak pernah diungkap, diselesaikan, kita hanya akan memeliharan api dalam sekam, semak belukar impunitas, dan kekerasan akan terus menerus hari ini hingga masa depan.”

BBC News Indonesia telah menghubungi Budiman untuk meminta tanggapan atas kritikan itu, namun hingga berita ini diturunkan dia belum merespon.

Usai pertemuan dengan Prabowo, dalam sebuah acara , Budiman menjelaskan bahwa Prabowo mengakui bahwa dirinya memang menculik para aktivis 1998.

Namun kata Budiman, Prabowo mengaku sudah memulangkan semua korban penculikan itu dan tidak mengetahui nasib mereka yang hilang hingga saat ini.

Dalam penyelidikan tim Pro Justicia Komnas HAM, Prabowo terbukti memerintahkan penculikan terhadap 23 aktivis, di mana sembilan orang dibebaskan, 13 orang hilang, dan satu telah ditemukan tewas.

‘Pujian’ Budiman untuk Prabowo

Sumber gambar, ANTARA FOTO/Galih Pradipta

Keterangan gambar,

Ketua Umum Partai Gerindra Prabowo Subianto (kiri) bersama Politikus PDIP Budiman Sudjatmiko (kanan) memberikan keterangan pers usai menggelar pertemuan di Kertanegara, Jakarta Selatan, Selasa (18/07).

Sumber gambar, ANTARA FOTO/Galih Pradipta

Keterangan gambar,

Ketua Umum Partai Gerindra Prabowo Subianto (kiri) bersama Politikus PDIP Budiman Sudjatmiko (kanan) memberikan keterangan pers usai menggelar pertemuan di Kertanegara, Jakarta Selatan, Selasa (18/07).

Dalam pertemuan di kediaman Prabowo beberapa waktu lalu, Budiman mengatakan kunjungannya tidak lepas dari keinginannya menyatukan kaum nasionalis di Indonesia.

“Saya mengapresiasi dan merasa bahwa Pak Prabowo mewakili satu cara pandang kepemimpinan politik yang cocok dengan saya, dalam pengertian suatu bangsa yang ingin bangkit di tengah turbulensi karena krisis global, perang,” kata Budiman di kediamannya di Jakarta, Selasa (18/07).

Budiman melanjutkan, walaupun dirinya sebagai aktivis dan Prabowo sebagai tentara pernah berhadapan di masa Orde Baru, ”Tapi kami mempertaruhkan nyawa dan kehormatan cita-cita… Apakah kita mengenang masa lalu sebagai masa lalu dan masa depan bukan untuk kami berdua tapi untuk bangsa,” ujarnya.

Selain itu, dia juga berharap agar Prabowo tidak terus dibebani (diganduli) masa lalu.

Menanggapi itu, Prabowo mengakui bahwa dia pernah ‘berhadapan’ dengan Budiman di masa lalu, “Tapi yang membedakan kita, yang membuat kita berhadapan dulu itu suatu keadaan, suatu kondisi, suatu sistem. Ternyata, kenyataan adalah bahwa kita sebenarnya memiliki cita-cita yang sama,” kata Prabowo.

Selain itu, Budiman juga menambahkan bahwa dia berharap agar Prabowo dapat meneruskan tugas-tugasnya kepada Indonesia, “ dan saya ingin Indonesia layak mendapatkan orang terbaik, salah satunya pak Prabowo.”

“Saya pikir saya akan mengenang masa lalu saya dan Pak Prabowo akan mengenang masa lalu Pak Prabowo dengan manis, apapun itu, kita berhutang pada masa depan, bukan berhutang pada masa lalu,” kata Budiman.

Terkait pertemuan itu, Ketua Bidang Kehormatan DPP PDI Perjuangan Komarudin Watubun mengatakan apa yang dilakukan Budiman adalah bentuk perlawanan kebijakan partai yang telah mengusung Ganjar sebagai bakal capres.

Untuk itu, kata Komarudin, Budiman bakal dipanggil secepatnya. “Ya bulan Agustus, awal Agustus (dipanggil),” kata Komarudin kepada awak media.

‘Perpecahan di internal PDI Perjuangan’

Sumber gambar, ERIK PRASETYA

Keterangan gambar,

Prabowo Subianto saat menjabat Danjen Kopassus dituding sebagai aktor di balik kasus penculikan 1998.

Pengamat politik dari Universitas Indonesia Cecep Hidayat melihat, kunjungan dan pernyataan Budiman itu menunjukkan adanya friksi atau perpecahan di internal PDI Perjuangan terkait bakal capres yang didukung pada pemilu 2024.

“Saya menduga pasca-penunjukan Ganjar, di internal PDI Perjuangan masih ada friksi, dinamika internal yang belum pulih seutuhnya usai keputusan ketua umum mendukung Ganjar,” kata Cecep.

Untuk itu, ujar Cecep, beberapa kader PDI Perjuang pun mengartikulasikan kepentingan mereka dengan cara ‘merapat’ ke kubu Prabowo.

Sebelumya, selain Budiman, kader PDI Perjuangan Effendi Simbolon juga mengundang Prabowo dalam sebuah acara dan melontarkan pujian bahwa Ketum Partai Gerindra itu cocok menjadi nakhoda Indonesia.

Kemudian, bentuk siratan dukungan juga ditunjukkan kader PDI Perjuangan yang menjabat sebagai Wali Kota Solo, Gibran Rakabuming saat mendampingi Prabowo untuk bertemu relawan Gibran dan Jokowi se-Jateng dan Jatim.

Atas sikap mereka tersebut, DPP PDI Perjuangan memanggil mereka untuk dimintai keterangan dan juga diberikan arahan.

Selain itu, Cecep Hidayat menambahkan, pertemuan antara Prabowo dan Ganjar juga merupakan bentuk strategi politik dalam upaya untuk meredam isu pelanggaran HAM berat masa lalu, seperti Penculikan 1998, yang selalu dijadikan alat untuk menjatuhkan Prabowo di setiap kontestasi pemilu.

“Kesan yang ingin ditunjukkan dalam pertemuan itu adalah bahwa sosok seperti Budiman yang dari kelompok pro demokrasi masa lalu itu sudah berdamai dengan sosok yang selalu dihakimi sebagai pelanggar ham setiap lima tahun yaitu Prabowo subiatno,” kata Cecep.

Saat dikonfirmasi Ketua DPP PDI Perjuangan Andreas Hugo Pareira menegaskan bahwa tidak ada perpecahan dalam internal partainya.

“Tidak ada perpecahan. Effendi Simbolon setelah diklarifikasi, beliau kemudian sudah menyatakan dukungannya untuk Ganjar. Budiman Sujatmiko masih menunggu DPP Partai akan memanggil untuk klarifikasi,” kata Andreas.